Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat
sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah
berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya
tidak sudi menyerah. Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi
tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu
mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan
separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri
bersedia mangembalikan.
Tetapi pencuri itu malah tidak berani menampakkan
bayangannya. Kini kasus itu semakin ruwet tanpa penyelesaian yang jelas. Maksud
baik saudagar kaya itu tidak mendapat-tanggapan yang sepantasnya dari sang
pencuri. Maka tidak bisa disalahkan bila saudagar itu mengadakan sayembara yang
berisi barang siapa berhasil menemukan pencuri uang emasnya, ia berhak
sepenuhnya memiliki harta yang dicuri. Tidak sedikit orang yang mencoba tetapi
semuanya kandas.
Sehingga pencuri itu bertambah merasa aman tentram
karena ia yakin jati dirinya tak akan terjangkau. Yang lebih menjengkelkan
adalah ia juga berpura-pura mengikuti sayembara. Tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa menghadapi orang seperti ini bagaikan menghadapi jin. Mereka
tahu kita sedangkan kita tidak. Seorang penduduk berkata kepada hakim setempat.
"Mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas
saja?"
"Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di
tempat?" kata hakim itu balik bertanya.
"Kemana dia?" tanya orang itu.
"Ke Damakus." jawab hakim
"Untuk keperluan apa?" orang itu ingin tahu.
"Memenuhi undangan pangeran negeri itu."
kata hakim.
"Kapan ia datang?" tanya orang itu lagi.
"Mungkin dua hari lagi." jawab hakim. Kini
harapan tertumpu sepenuhnya di atas pundak Abu Nawas. Pencuri yang selama ini
merasa aman sekarang menjadi resah dan tertekan. Ia merencanakan meninggalkan
kampung halaman dengan membawa serta uang emas yang berhasil dicuri. Tetapi ia
membatalkan niat karena dengan menyingkir ke luar daerah berarti sama halnya
dengan membuka topeng dirinya sendiri. Ia lalu bertekad tetap tinggal apapun
yang akan terjadi.
Abu Nawas telah kembali ke Baghdad karena tugasnya
telah selesai. Abu Nawas menerima tawaran mengikuti sayembara menemukan pencuri
uang emas. Hati pencuri uang emas itu tambah berdebar tak karuan mendengar Abu
Nawas menyiapkan siasat. Keesokan harinya semua penduduk dusun diharuskan
berkumpul di depan gedung pengadilan. Abu Nawas hadir dengan membawa tongkat
dalam jumlah besar. Tongkat-tongkat itu mempunyai ukuran yang sama panjang.
Tanpa berkata-kata Abu Nawas membagi-bagikan
tongkat-tongkat yang dibawanya dari rumah. Setelah masing-masing mendapat satu
tongkat, Abu Nawas berpidato, "Tongkat-tongkat itu telah aku mantrai.
Besok pagi kalian harus menyerahkan kembaii tongkat yang telah aku bagikan.
Jangan khawatir, tongkat yang dipegang oleh pencuri selama ini menyembunyikan
diri akan bertambah panjang satu jari telunjuk. Sekarang pulanglah
kalian."
Orang-orang yang merasa tidak mencuri tentu tidak
mempunyai pikiran apa-apa. Tetapi sebaliknya, si pencuri uang emas itu merasa
ketakutan. Ia tidak bisa memejamkan mata walaupun malam semakin larut. Ia terus
berpikir keras. Kemudian ia memutuskan memotong tongkatnya sepanjang satu jari
telunjuk dengan begitu tongkatnya akan tetap kelihatan seperti ukuran semula.
Pagi hari orang mulai berkumpul di depan gedung pengadilan. Pencuri itu merasa
tenang karena ia yakin tongkatnya tidak akan bisa diketahui karena ia telah
memotongnya sepanjang satu jari telunjuk. Bukankah tongkat si pencuri akan
bertambah panjang satu jari telunjuk? Ia memuji kecerdikan diri sendiri karena
ia ternyata akan bisa mengelabui Abu Nawas.
Antrian panjang mulai terbentuk. Abu Nawas memeriksa
tongkat-tongkat yang dibagikan kemarin. Pada giliran si pencuri tiba Abu Nawas
segera mengetahui karena tongkat yang dibawanya bertambah pendek satu jari
telunjuk. Abu Nawas tahu pencuri itu pasti melakukan pemotongan pada tongkatnya
karena ia takut tongkatnya bertambah panjang.
Pencuri itu diadili dan dihukum sesuai dengan
kesalahannya. Seratus keping lebih uang emas kini berpindah ke tangan Abu
Nawas. Tetapi Abu Nawas tetap bijaksana, sebagian dari hadiah itu diserahkan
kembali kepada keluarga si pencuri, sebagian lagi untuk orang-orang miskin dan
sisanya untuk keluarga Abu Nawas sendiri.