Home » 2011»April»9 » Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Mengasihi Fakir Miskin dan Anak Yatim
2:31 AM
Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Mengasihi Fakir Miskin dan Anak Yatim
Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Mengasihi Fakir Miskin dan Anak Yatim
By: Sahabat
Pena
Dia peduli pada nasib fakir miskin dan anak
yatim. Itu sebabnya ia dijuluki sebagai ayah anak yatim dan fakir miskin.
Sebagian kaum muslimin di Jawa Timur, khususnya
di Surabaya, tentu mengenal Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, yang mukim di
Surabaya pada pertengahan abad ke-20 silam. Ia adalah seorang habib dan ulama
besar.
Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lebih dikenal
sebagai ulama yang mencintai fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya kaum
muslimin menjulukinya sebagai "bapak kaum fakir miskin dan anak yatim.” Semasa
hidupnya ia rajin berdakwah ke beberapa daerah. Dalam perjalanan dakwahnya, ia
tak pernah menginap di hotel melainkan bermalam di rumah salah seorang habib.
Hampir setiap hari banyak tamu yang bertandang
ke rumahnya, sebagian dari mereka datang dari luar kota. Ia selalu menyambut
mereka dengan senang hati dan ramah. Jika tamunya tidak mampu, ia selalu mempersilahkannya menginap
di rumahnya, bahkan memberinya ongkos pulang disertai beberapa hadiah untuk
keluarganya.
Ia juga memelihara sejumlah anak yatim yang ia
perlakukan seperti halnya anak sendiri. Itu sebabnya mereka menganggap Habib
Muhammad sebagai ayah kandung mereka sendiri. Tidak hanya memberi mereka tempat
tidur, pakaian dan makanan, setelah dewasa pun mereka dinikahkan.
Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lahir di kota Khala’ Rasyid, Hadramaut,
Yaman Selatan, pada 1265 H atau 1845 M. Sejak kecil ia diasuh oleh pamannya,
Habib Shaleh bin Muhammad Al-Habsyi. Ayahandanya, Habib Idrus bin Muhammad Alhabsyi,
berdakwah ke Indonesia dan wafat pada 1919 M di Jatiwangi, Majalengka.
Sedangkan ibunya, Syaikhah Sulumah binti Salim bin Sa’ad bin Smeer.
Seperti hanya para ulama yang lain, di masa
mudanya Habib Muhammad juga rajin menuntut ilmu agama hingga sangat memahami
dan menguasainya. Beberapa ilmu agama yang ia kuasai, antara lain, Tafsir, Hadits
dan Fiqih. Menurut Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi, seorang ulama terkemuka,
"Sesungguhnya orang-orang Hadramaut pergi ke Indonesia untuk bekerja dan
mencari harta, tetapi putra kami Muhammad bin Idrus Al-Habsyi bekerja untuk
dakwah Islamiyyah dalam rangka mencapai ash-shidqiyyah al-kubra, maqam
tertinggi di kalangan para waliyullah.”
Ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah
SAW di Madinah, ia sekalian menuntut ilmu kepada beberapa ulama besar di
Al-Haramain alias dua kota suci tersebut. Salah seorang di antara para ulama besar yang menjadi
gurunya adalah Habib Husain bin Muhammad Al-Habsyi.
Banyak kalangan
mengenal Habib Muhammad sebagai ulama yang berakhlak mulia, dan sangat
dermawan. Ia begitu ramah dan penuh kasih sayang, sehingga siapa pun yang
sempat duduk di sampingnya merasa dirinyalah yang paling dicintai. Ia selalu
tersenyum, tutur katanya lemah lembut. Itu semua tiada lain karena ia berusaha
meneladani akhlaq mulia Rasulullah SAW.
Tak heran jika masyarakat di sekitar rumahnya, bahkan juga hampir di seluruh
Surabaya, sangat mencintai, hormat dan segan kepadanya. Ia juga dikenal sebagai
juru damai. Setiap kali timbul perbedaan pendapat, konflik, pertikaian di
antara dua orang atau dua fihak, ia selalu tampil mencari jalan keluar dan
mendamaikannya. Sesulit dan sebesar apa pun ia selalu dapat menyelesaikannya.
Sebagai dermawan, ia juga dikenal gemar
membangun tampat ibadah. Ia, misalnya, banyak membantu pembangunan beberapa
masjid di Purwakarta (Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur). Dialah pula yang
pertama kali merintis penyelenggaraan haul para waliyullah dan shalihin. Untuk
pertama kalinya, ia menggelar haul Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad di
Tegal, Jawa Tengah. Ia juga merintis kebiasaan berziarah ke makam para awliya
dan shalihin.
Menjelang wafatnya, ia menyampaikan wasiat, ”Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu ingat kepada
Allah SWT. Semoga Allah SWT menganugerahkan keberkahan kepada kalian dalam
menegakkan agama terhadap istri, anak dan para pembantu rumah tanggamu.
Hati-hatilah, jangan menganggap remeh masalah ini, karena seseorang
kadang-kadang mendapat musibah dan gangguan disebabkan oleh orang-orang di
bawah tanggungannya, yaitu isteri, anak, dan pembantu. Sebab, dia adalah
pemegang kendali rumah tangga.”
Beliau wafat di Surabaya
pada malam Rabu, 12 Rabi’ul Akhir 1337 H/1917 M. Jenazahnya dimakamkan di
Pemakaman Ampel Gubah, Kompleks Masjid Ampel, Surabaya.