"Bang... liat apa yang ummi bawa ni”. Ustazd
muda yang tengah tenggelam dalam pembacaannya itu menoleh separuh terkejut.
Isterinya menghampirinya seraya menghulurkan sebungkus plastik hitam berisi
kotak. Sejenak dia memandang isterinya dengan penuh tanda tanya, sementara
isterinya hanya tersenyum kecil membalas pandangan suaminya yang tercinta.
"Apa ni ummi”. "Untuk abanglah... buka dan liatlah isinya”. Segera ia membuka
bungkusan itu dengan penuh rasa ingin tahu. Sepasang sandal kulit baru.
Tertegun ia sejenak. "Ummi liat sendal abang dah rusak. jadi ummi belikan yang
baru ni. Nanti abang pakai untuk sholat hari raya idhul adha ya bang ....” kata
isterinya dengan mata bersinar penuh harapan.
Tersentak rasa hatinya... rasa haru menyusup kesegenap jiwa sudut jiwanya.
Dalam keadaan ekonomi yang sebegini, isterinya masih sempat mempergunakan uang
belanja untuk membelikan sesuatu yang memang sangat dia perlukan. Sandalnya
memang sudah waktunya untuk diganti. Sudah dua kali terputus. Yang terakhir,
waktu ia memakainya kemarin, tali sandalnya yang kanan hampir terputus.
Terpaksalah dia menjinjit sandal itu dan pulang dengan kaki kanannya berkaki
ayam. Padahal, waktu itu panas terik dan Ya Allah, panasnya sampai terasa
hampir melepuh telapak kakinya. Keinginan untuk menggantikan dengan yang baru
memang ada, tetapi ia singkirkan sementara. gakpapa.. masih bisa dibaiki...
gumamnya sendiri. Tetapi sebetulnya bukan itu sebab utamanya, melainkan kerana
masalah keuangan yang belum ada. Banyak lagi keperluan lain yang perlu
dipenuhi. Apalagi saat ini mereka sedang menantikan kehadiran anak pertama.
Isterinya sedang hamil sembilan bulan.. tinggal nunggu harinya.
"Bagus ummi.. tentu harganya mahal ya?..” "Jangan fikirkan soal harganya, gak
ada salahnyakan sekali sekali membelikan sesuatu yang terbaik untuk abang”.
"Terima kasih yea ummi...” katanya gembira sambil memeluk isterinya penuh
kasih.
Ustazd muda itu merasagelisah. hari ini, sudah 7 hari isterinya ditahan di
kamar pasien. Menurut doktor keadaan isterinya sangat lemah dan dikhuatiri akan
menghadapi masalah pada saat melahirkan nanti. Pagi tadi air ketubannya pecah
dan sedari pagi ia tidak beranjak dari sisi isterinya. Hatinya berdebar kencang
tidak menentu. Apabila ia menatap wajah isterinya, batinnya tersentuh haru.
Isterinya terbaring lemah, matanya terpejam rapat, nampak kurus dan pucat.
Berbeda dengan kerudung labuh berwarna biru muda yang dipakainya. "Tapi kau
masih tetap nampak cantik, Mi..” bisik hatinya.
Sementara itu sayup-sayup terdengar suara takbir dikumandangkan. Tiba-tiba
isterinya membuka mata. Senyumannya menghiasi wajahnya bila terlihat sang suami
disisi.
"Pukul berapa sekarang bang?... tanya isterinya lirih. "Hampir pukul 12. Gimana
keadaanmu, Ummi?”. "Tak sabar rasanya ingin dengar tangisan anak kita bang...”.
"Sabarlah... InsyaAllah, semuanya akan berjalan dengan lancar”. "Amin...” jawab
isterinya lemah. "Bang,besok Hari Raya Idhul adha kan?”. "Ya.. tu suara takbir
kedengaran”. "Sebaiknya abang balik dulu, istirahat dirumah. Besokkan abang
bisa berkhutbah di Hari Raya. Jangan risau tentang Ummi. Abang pun harus jaga
kesehatan... kurang tidurkan sejak akhir-akhir ni, nanti abang pun jatuh
sakit”.
Abang rasa, abang mau orang lain yang gantiin jadi Khatib besok, abang akan
memberitahu Pengerus Masjid pagi esok mengenai hal ini... penggantinya pun udah
ada”. "Jangan bang... Ummi minta tolong bang, jangan batalkan..”. "Tapi gimana
dengan Ummi?”. "Jangan risau tentang Ummi. Seperti yang abang katakan tadi,
insyaAllah, semuanya akan berjalan dengan lancar. Ummi pun dah ngrasa lebih baik.
Ummi harap abang tetap dapat melaksanakan tanggungjawab abang dengan baik. Ummi
akan kecewa kalau abang batalkan.”. "Tapi, siapa akan menjaga Ummi?”. "Bukankah
semua telah kita serahkan kepada Allah Ta Ala Dialah sebaik-baik penjaga dan
pemelihara makhluk-Nya”. "Baiklah”. Ustazd muda itu akhirnya mengalah.
"Alhamdulillah.. doakan anak kita sehat dan selamat ya bang..”. "Sudah tentu
Ummi”. "Satu lagi bang... sandal yang Ummi belikan besuk dipakai ya...”. Dia
hanya mampu tersenyum dan mengangguk. Mata isterinya yang berkelopak cengkung
itu kembali bersinar.
Hanya tinggal beberapa orang jamaah yang masih berada di masjid itu. Ustaz muda
itu merasakan sesuatu yang dingin meresap dalam hatinya. Kegelisahan yang sejak
beberapa saat tadi terasa mencengkam, enggan menyingkir dalam dirinya, kini
hilang dan terasa ringan beban pikirannya. Doanya khusyuk dan saat ia berdoa
khusus untuk isterinya dan bayi yang bakal lahir, tanpa terasa matanya basah.
Basah oleh kedamaian yang menguasai jiwanya. Kemudian dia bangkit
perlahan-lahan. Suasana perkarangan masjid telah sepi. Ketika dia melangkah
keluar, tertegun sesaat lamanya. Eh, mana sandalku?. Sibuk dia mencari di
segenap sudut. Tadi dia meletakkan sandalnya di sini, di sudut ini. Tapi gak
ada juga. Yang tinggal hanya 3 pasang sendal yang rusak
"innalillahi wa inna ilaihirajiu’un.” Gumamnya lirih setelah beberapa lama
mencari tapi nihil. "Ada apa ustazd?”. Tanya salah seorang pengurus masjid yang
kebetulan berada tidak jauh darinya. "Saya cari sandal saya.. tapi gak ketemui.
Tadi rasanya saya taruh di sini, mungkin tertukar...”. "kayak apa sandalnya”.
"Sandal kulit, masih baru. Baru sekali ni pakai”. "Itu bukan tertukar ustazd,
tapi sengaja ditukar. Kemungkinan besar tak dapat kembali lagi ustazd”.
"Ustazd muda itu hanya dapat manarik nafas panjang. belum rezeki. Bukan
miliknya... gumamnya sekadar menghiburkan hati. Kesedihannya bukan kerana
hilangnya sandalnya itu tetapi lebih tertuju kepada isterinya. Bagaimana
bersinarnya mata isterinya ketika memberikan sandal itu dan meminta untuk
memakainya pada solat Aidul Adha ini tergambar kembali dengan jelas. Rasanya
tak sanggup ia menatap wajah teduh isterinya nanti ketika ia menjelaskan
bagaimana nasib sandal pemberiannya itu. Paling tidak, isterinya pasti hanya
akan tersenyum tipis sambil mengucapkan pasrah "gakpapa... lain kali kalau ada
rezeki lebih, InsyaAllah kita beli lagi”. Tapi justeru itulah yang akan
membuatkannya tidak sampai hati.
Ketika dia sampai di depan rumahsakit, pamannya sudah ada di sana, menyambutnya
lalu mengajaknya duduk di bangku panjang. Perasaannya tidak menentu. Dari tutur
kata dan sikapnya, ia mempunya firasat bahawa sesuatu telah terjadi kepada
isterinya. Dan ternyata benar.
"Isterimu telah kembali ke Rahmatullah nak” ujar pamannya lirih nyaris tidak
kedengaran. Tapi baginya umpama suara guruh yang menyambar telinganya. "Lebih
kurang pukul delapan pagi tadi”.
"Innalillahi wainna ilaihi raji’un,” desisnya dengan hati yang pedih. Dia tidak
kuasa lagi menahan air matanya dari jatuh. Pamannya mencoba menenangkannya.
"Tapi Alhamduilillah bayinya dapat diselamatkan...”. "gimana dengan
keadaannya?’ " Baik, gemuk dan sehat...tangisannya pun kuat”. Alhamdulillah..
"ini ada pesanan dari isterimu” kata pamannya sambil menyerahkan sepucuk surat
yang telah lusuh.
Bismillahhirrahmanirrahim...
Abang tersayang,
Puji dan
syukur kita panjatkan kehadirat Rabb Pencipta Alam atas rahmat, nikmat dan
kurnianya. Selawat dan salam untuk Rasulullah Shollalloh hu Alaihi Wassalam,
keluarga, sahabat dan pengikutnya.
Abang,
Ummi tidak dapat menulis panjang. Ummi merasa semakin lemah... dan rasanya
waktu Ummi semakin dekat. Ummi selalu berdoa agar anak kita lahir selamat dan
tidak kurang satu atau apa pun. Kalau nanti ia lahir selamat dan Ummi tidak
sempat menjaga dan membesarkannya, Ummi ridho. Sebab Ummi yakin, InsyaAllah
abang akan mengasuhnya seperti yang abang harapkan. Ummi tinggalkan anak itu
kepada abang...
Abang,
Ummi minta ampun dari hujung rambut sampai hujung kaki kiranya Ummi pernah
melakukan kesalahan sama abang selama kita bersama. Halalkan makan minum
Ummi... dan ridholah atas kepergian Ummi ini...
Abang,
Sandal yang Ummi hadiahkan itu Ummi beli dari Ukhti Hasanah, masih nyicil
pembayarannya..Kalau ternyata Ummi tidak sempat membayarnya, tolong abang
bayarkan untuk Ummi ya.
Semoga Allah senantiasa melindungi dan merahmati kita. Amiin... Wassalam
Ummi...
Kertas lusuh itu basah dengan airmatanya. Rupanya isterinya telah merasa
dirinya akan menghadap ilahi. Dilipatnya kembali surat terakhir itu. Tak sempat
mendengar kata-kata yg lembut dari isterinya saat memberitau sandalnya yang
hilang itu seperti yang dibayangkan. Teringat ia akan sabda Rasulullah
Shollalloh hu Alaihi Wassalam: jihadnya wanita itu adalah saat ia melahirkan.
Sungguh beruntung engkau, Ummi. Kesedihannya perlahan tersingkir oleh rasa
syukur dan bangga terhadap isterinya. Isterinya pergi setelah menyelesaikan
kewajiban yang paling mulia bagi seorang wanita, yaitu melahirkan seorang bayi
yang masih suci dan bersih.
InsyaAllah akan selalau kujaga amanahmu ini, bisiknya seperti memperoleh
kekuatan baru. Selamat jalan mujahidahku...!!