Masjid ini berada di sebelah barat daya dari Masjid Nabawi sekitar
300 meter, dan 100 meter dari Masjid Ghomamah. Masjid ini adalah shaf
sholat tempat dimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika mengikuti
sholat istisqo' dan sholat ied bersama Rasulullah SAW. dan para
sahabatnya. Masjid ini ditutup tidak lagi untuk ditempat sholat wajib,
karena sangat dekatnya dengan Masjid Nabawi. Tempat shaf shalat dimana
Sayyidina Ali mengikuti sholat istisqo dan sholat ied diabadikan sampai
saat ini menjadi Masjid Ali. Berbeda dengan Masjid Ali yang didalam
peperangan Parit/khandaq, masjid ini adalah tempat pos Sayyidina Ali
ketika mengikuti Perang Parit/Perang Khandaq/Perang Ahzab. Pos Sayyidina
Ali ketika itu hingga saat ini diabadikan menjadi Masjid Ali, tapi
dalam tahun-tahun ini tertutup untuk sholat baik sunnat apalagi wajib,
nampak gambar sebelum dilarang sholat didalamnya, banyak jamaah haji dan
umroh sholat sunnat di dalamnya. ‘Alī bin Abī Thālib (Arab: علي بن أﺑﻲ طالب, Persia: علی پسر ابو طالب)
(599 – 661) adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga
keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah
terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia
adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah
Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui konsep Imamah mereka
setuju memanggil Ali dengan sebutan Imam, sehingga Ali menjadi
satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga Imam. Ali adalah sepupu dari
Nabi Muhammad SAW, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia
menjadi menantu Nabi Muhammad SAW. Syi'ah berpendapat
bahwa Ali adalah khalifah yang berhak menggantikan Nabi Muhammad, dan
sudah ditunjuk oleh Beliau atas perintah Allah di Ghadir Khum. Syi'ah
meninggikan kedudukan Ali atas Sahabat Nabi yang lain, seperti Abu Bakar
dan Umar bin Khattab. Syi'ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) atau semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan. Sebagian
Sunni yaitu mereka yang menjadi anggota Bani Umayyah dan para
pendukungnya memandang Ali sama dengan Sahabat Nabi yang lain. Sunni menambahkan nama Ali dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga Allah melimpahkan Ridha (ke-suka-an)nya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga diberikan kepada Sahabat Nabi yang lain. Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya.
Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar riwayat bahwa beliau tidak
suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang
kurang sopan sekalipun. Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa beliau
tidak suka memandang ke bawah bila sedang berhubungan intim dengan
istri. Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak
pertempuran (duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah
terkena sobekan pedang beliau, maka Ali enggan meneruskan duel hingga
musuhnya lebih dulu memperbaiki pakaiannya. Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari beliau bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood.
Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah keturunan beliau sesuai
dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki. Seperti pada tarekat
Qadiriyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan
keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang
tercantum dalam kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh
Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya. Ali
dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan). Muslim Syi'ah
percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi
Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut
berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan
32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa
adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat
menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah). Ali
dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad
merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan
Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib
banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW. karena beliau tidak punya anak
laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan
bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan
menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada
Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa,
sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Nabi Muhammad SAW. Ketika
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu
Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu
tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi
sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun. Pada
usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi
SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi
hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah
yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada
pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa
Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang
kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus
kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang
lain. Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama
Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang
diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara
masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari Nabi kepada Ali
dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah
dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang
pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Ali bersedia
tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan
menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang
tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang
tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah
meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar. Setelah masa
hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi
menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga
yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an
Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan
banyak hal lain. Ketika Muhammad mencari
Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya
tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun
lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah
wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali. Beberapa
saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam
sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping
Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali
masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang
lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun. Perang
Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika
memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang
bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian. Setelah
Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum
Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian
tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng
Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat
para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda: "Besok,
akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan
diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan
kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai
Allah dan Rasul-Nya". Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib
yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar
dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab
lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua
bagian. Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili Nabi Muhammad SAW. untuk menjaga kota Madinah. Sampai
disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib,
perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah
berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali
harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak
sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam
suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar. Pengangkatan
Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul
Bait dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu
pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar
sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah
Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang
terbanyak adalah Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal,
yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah
perpecahan dalam ummat Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas
untuk menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada
pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim. Peristiwa
pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan
kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang
sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai
Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin
Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali
menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang
dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara
yang berbeda-beda. Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah
selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang
terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan.
Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat
masa pemerintahannya, Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan
30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan
Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut
dimenangkan oleh pihak Ali. Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman
bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat
diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah
diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih
hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada
sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum
muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di
situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya.
Perang Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah
tersebut. Ali bin Abi Thalib, seseorang
yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang,
mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar
biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63
tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang
berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh
di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas
terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan
secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan
bahwa ia dikubur di tempat lain. Ali memiliki delapan
istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra dan memiliki keseluruhan 36
orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir dari anak Nabi
MuhammadSAW., Fatimah, adalah Hasan dan Husain. Keturunan
Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan
gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah. Menurut
riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri dari
18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini keturunan itu
masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelari Sayyid. |