Sejarawan Ibnu Ishaq mengisahkan bahwa begitu Rasululullah SAW wafat,
Umar bin al Khaththab mendengar kabar bahwa kaum Muhajirin berkumpul di
Tsaqifah Bani Saidah untuk membahas siapa yang akan menggantikan
kepemimpinan Rasulullah. Umar langsung mengajak Abu Bakar dan Abu
Ubaidah bin al Jarrah untuk mendatangi mereka. Sesampai di
sana ternyata kabar tersebut benar. Orang-orang Anshar telah berkumpul.
Salah seorang dari mereka, yakni Saad bin Ubadah berpidato: "Amma
ba’du. Kami Ansharullah dan tentara Islam. Sedangkan kalian wahai kaum
Muhajirin adalah keluarga besar kami. Kalian terusir dari kaum kalian.
Apabila mereka (Muhajirin) hendak lepas dari kami (Anshar) merampas
masalah (ke-kuasaan) kami”. Ketika itu Umar ingin
menanggapi pidato Sa’ad dan telah merangkai kata-kata dalam pikirannya
tapi dia tahan karena berfikir bahwa Abu Bakar pasti akan menanggapinya
dengan tanggapan yang lebih baik. Benar. Semua rangkaian kata yang telah
dipersiapkan Umar telah disampaikan oleh Abu Bakar dengan susunan yang
lebih baik dan lebih menyentuh sehingga membuat Saad diam. Abu
Bakar berkata: "Apa yang kalian sebutkan tentang kebaikan kalian adalah
hak kalian. Semua orang Arab tidak mengingkari hal ini kecuali
orang-orang Quraisy. Sebab mereka mempunyai nasab keturunan yang terbaik
di antara orang-orang Arab” Lalu sambil memegang tangan
Umar dan Abu Ubaidah, Abu Bakar berseru: " Oleh karena itu, bila kalian
rela memilih di antara kedua orang ini, maka baiatlah salah satu dari
keduanya!” Namun salah seorang di antara orang Anshar ada
yang berteriak: ”Wahai orang-orang Quraisy, kamilah yang menjadi tempat
berlindung Rasulullah dan melindungi kemuliannya. Kalau begitu begini
saja, kami punya amir dan kalian punya amir sendiri”. Pernyataan
tersebut menyulut kegaduhan di antara para hadirin. At Thabari
meriwayatkan bahwa dalam situasi kritis itu Abu Ubaidah bin Al Jarrah
menyampaikan kata-kata bijak yang menyentuh hati kaum Anshar. Abu
Ubaidah berkata: "Wahai kaum Anshar, kalian adalah orang-orang yang
pertama kali menjadi pelindung dan penolong (Nabi dan agamanya).
Janganlah kemudian kalian menjadi orang-orang yang pertama kali berubah
dan berpaling”. Basyir bin Saad, salah seorang pemim-pin
Anshar dari kaum Khazraj berkata: "Demi Allah, kita sekalipun yang
paling utama dalam memerangi orang-orang musyrik dan paling dahulu
memeluk agama Islam ini, tidak ada yang kita inginkan selain ridlo Allah
dan ketaatan kepada Nabi kita serta menekan kepen-tingan pribadi kita.
Maka tidak pantas kita memperbelit-belit urusan ini terhadap yang lain.
Dan seyogyanya kita tidak memiliki orientasi duniawi sama sekali. Karena
dalam hal ini sebenarnya Allah telah memberikan kenikmatan kepada kita.
Ingatlah bahwa Muhammad adalah dari keturunan Quraisy dan dalam hal ini
kaumnyalah yang lebih berhak dan lebih utama. Demi Allah, Allah tidak
akan melihat selama-lamanya kepada para perebut kekuasaan mereka dalam
urusan ini. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian
menentang serta mengambil kepemimpinan dari mereka”. Kata-kata Basyir inilah yang meneduhkan dan karena kata-kata itulah orang-orang Khazraj menjadi tenang. Ketika
itu Abu Bakar yang duduk di antara Umar dan Abu Ubaidah segera memegang
tangan tokoh sahabat Muhajirin itu. Abu Bakar berkata: "Ini Umar dan
ini Abu Ubaidah, siapa di antara mereka berdua yang kalian kehendaki,
maka baiatlah!”. Lalu Abu Bakar mengajak mereka bersatu dan mengingatkan
mereka dari perpecahan. Demi melihat tidak ada jawaban
spontan dan melihat gelagat yang mengkhawatirkan, Umar segera berseru
lan-tang:"Hai Abu Bakar, ulurkanlah tanganmu!”. Abu Bakar
lalu mengulurkan tangan-nya dan Umar segera membaiatnya dengan
menyebut-nyebut keutamaannya. Demikian pula Abu Ubaidah membaiat Abu
Bakar dengan menyebut-nyebut keutamaannya. Langkah mereka diikuti oleh
tokoh kaum Khazraj, Basyir bin Saad dan tokoh kaum Aus, Usaid bin
Hudlair. Selanjutnya ruang Saqifah itu penuh sesak oleh orang-orang yang
membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, amirul mukminin, pengganti
Rasululullah seba-gai pemimpin dan penguasa atas kaum muslimin, bukan
sebagai pengganti beliau dalam kedudukan sebagai Nabi dan Rasul Allah
SWT. Hikmah Sejarah Dalam Bidang Kepemimpinan Sejarah
perdebatan siapa yang pantas menjadi pengganti nabi di Kebun Bani Saad,
salah satu tokoh Anshar memberikan hikmah kepada kita akan beberapa
hal. Pertama, kepemimpinan adalah satu hal yang sangat
penting, sedemikian pentingnya sehingga para sahabat utama harus
mendahulukan hal ini daripada mengurusi jenazah Rasulullah. Karena di
tangan pemimpinlah maju-mundur dan jatuh-bangun organisasi ditentukan. Kedua,
terpilihnya Abu Bakar, meskipun Abu Bakar telah menawarkan Umar yang
terkenal memiliki kemampuan rasional lebih baik, menunjukkan bahwa aspek
figur (baca uswah) lebih mudah diterima khalayak daripada rasionalitas
(baca karya). Meski sangat sulit mengukur siapa yang lebih baik dalam
derajad ketakwaan. |