"Bang... liat apa yang ummi bawa ni”. Ustazd
muda yang tengah tenggelam dalam pembacaannya itu menoleh separuh terkejut.
Isterinya menghampirinya seraya menghulurkan sebungkus plastik hitam berisi
kotak. Sejenak dia memandang isterinya dengan penuh tanda tanya, sementara
isterinya hanya tersenyum kecil membalas pandangan suaminya yang tercinta.
Baginda Raja pulang ke istana dan
langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas
telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan.
Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu
Nawas baru berani pulang ke rumah.
"Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi
mencarimu."
"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja
menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak."
Sudah lama Abu Nawas tidak dipanggil
ke istana untuk menghadap Baginda. Abu Nawas juga sudah lama tidak muncul di
kedai teh. Kawan-kawan Abu Nawas banyak yang merasa kurang bergairah tanpa
kehadiran Abu Nawas. Tentu saja keadaan kedai tak semarak karena Abu Nawas si
pemicu tawa tidak ada.
Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat
sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah
berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya
tidak sudi menyerah. Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi
tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu
mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan
separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri
bersedia mangembalikan.
Karena kesulitan uang, Abu Nawas memutuskan untuk
menjual keledai kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas
satu-satunya. Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu
Nawas amat membutuhkan uang. Dan istrinya setuju.