Indonesia merupakan
salah satu dari tujuh negara mega biodiversitas yang dikenal sebagai pusat
konsentrasi keanekaragaman hayati dunia. Kekayaan keanekaragaman hayati
Indonesia sebanyak ± 6.000 spesies flora dan fauna yang dimanfaatkan
sehari-hari untuk pangan, obat-obatan, kosmetik, pewarna dan lain-lain;
keanekaragaman ekosistem alam sebanyak ± 47 tipe; sedangkan keanekaragaman
genetik sampai saat ini belum banyak diketahui, walaupun telah digunakan untuk
pemuliaan berbagai kepentingan budidaya tumbuhan dan satwa.
Syaikh muhammad bin
shalih al-'utsaimin rahimahullah mengatakan: "di antara adab seorang
penuntut ilmu syar'i terhadap dirinya sendiri adalah: "berhias dengan
muru-ah (kehormatan)."
Hendaklah setiap
penuntut ilmu syar'i senantiasa berhias dengan muru-ah dan segala yang bisa
membawamu kepada muru-ah dengan selalu:
Awan sedikit mendung,
ketika kaki kaki kecil Yani berlari-lari gembira di atas jalanan menyeberangi
kawasan lampu merah Karet.
Baju merahnya yg kebesaran
melambai Lambai di tiup angin. Tangan kanannya memegang Es krim sambil sesekali
mengangkatnya ke mulutnya untuk dicicipi, sementara tangan kirinya mencengkram
Ikatan sabuk celana ayahnya.
"Bang... liat apa yang ummi bawa ni”. Ustazd
muda yang tengah tenggelam dalam pembacaannya itu menoleh separuh terkejut.
Isterinya menghampirinya seraya menghulurkan sebungkus plastik hitam berisi
kotak. Sejenak dia memandang isterinya dengan penuh tanda tanya, sementara
isterinya hanya tersenyum kecil membalas pandangan suaminya yang tercinta.
Baginda Raja pulang ke istana dan
langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas
telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan.
Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu
Nawas baru berani pulang ke rumah.
"Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi
mencarimu."
"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja
menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak."
Sudah lama Abu Nawas tidak dipanggil
ke istana untuk menghadap Baginda. Abu Nawas juga sudah lama tidak muncul di
kedai teh. Kawan-kawan Abu Nawas banyak yang merasa kurang bergairah tanpa
kehadiran Abu Nawas. Tentu saja keadaan kedai tak semarak karena Abu Nawas si
pemicu tawa tidak ada.
Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat
sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah
berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya
tidak sudi menyerah. Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi
tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu
mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan
separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri
bersedia mangembalikan.
Karena kesulitan uang, Abu Nawas memutuskan untuk
menjual keledai kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas
satu-satunya. Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu
Nawas amat membutuhkan uang. Dan istrinya setuju.
Pada suatu sore ketika
Abu Nawas ke warung teh, kawan-kawannya sudah berada di situ. Mereka memang
sengaja sedang menunggu Abu Nawas.
"Nah ini Abu Nawas datang."
kata salah seorang dari mereka.
"Ada apa?" kata Abu Nawas sambil
memesan secangkir teh hangat.
"Kami tahu engkau selalu bisa
melepaskan diri dari perangkap-perangkap yang dirancang Baginda Raja Harun Al
Rasyid. Tetapi kami yakin kali ini engkau pasti dihukum Baginda Raja bila
engkau berani melakukannya.", kawan-kawan Abu Nawas membuka percakapan.
Saat itu Abu Nawas baru saja pulang
dari istana setelah dipanggil Baginda. Ia tidak langsung pulang ke rumah
melainkan berjalan-jalan lebih dahulu ke perkampungan orang-orang Badui. Ini
memang sudah menjadi kebiasaan Abu Nawas yang suka mempelajari adat istiadat
orang-orang Badui.